Rabu, 28 Januari 2015

Era Galau Dalam Krisis Identitas



Era Galau Dalam Krisis Identitas


  Sekitar tahun 2008, dimana saya baru menginjakkan Kota Bandung untuk melanjutkan karier pendidikan formal ^_^, istilah galau belumlah booming seperti yang terjadi saat sekarang.
Dari mulai status media sosial sampai diskusi para aktivis, istilah galau sudah sangat lumrah di jabarkan dan di perdengarkan.
  Masalahnya, layak dipertanyakan galau itu apa sih?, kenapa galau seolah bisa menjadi problematika umat?, baik atau burukkah efek yang ditimbulkan dari gegap gempita kegalauan?
Kita coba mulai dengan istilah galau itu sendiri, cekidot..
  Secara bahasa arti galau bisa di artikan ramai sekali; kacau tidak keruan (terutama pikiran); sibuk beramai-ramai. Dengan sinonim didalamnya berat otak, bimbang bingung, cemas,gelisah, hilang akal, kacau, karut, keruh, khawati, kusut,nanar,pakau, resah,ribut, risau, semak hati, senewen, sesat pusat,terombang-ambing,was-was;(Wiktionary bahasa).
Bisa kita lihat, dari arti galau sendiri sudah susah dicari sisi positifnya, kalau tidak bersinonim dengan resah ya kacau. kalau dari arti saja sudah susah dicari manfaatnya apalagi aplikasi dilapangannya. Ketika resah dan kacau menghinggapi seorang muslim, Rasulullah mencontohkan untuk segera memohon pertolongan kepada Sang Pemilik hati; 
"Ya Allah, aku memohon perlindungan denganMu daripada keluh kesah dan kesedihan, rasa lemah dan kemalasan, Aku memohon perlindungan denganMu daripada sifat penakut dan kebakhilan, dan aku mohon perlindungan denganMu dari bebanan hutang dan dikuasai seseorang" -Hadist Riwayat Abu Daud-
  lalu apa hubungannya dengan identitas kita, khususnya bagi remaja dan pemuda/pemudi muslim? Saat ini yang nampak jelas dari kalangan kaum muda pergaulan mereka yang semakin terbuka dan bebas. Salah satunya mengenai pergaulan antara dua individu lain jenis dalam payung asmara, galau selalu menjadi headline dalam setiap tingkah polah pemuda muslim, dari mulai saat merasa jatuh cinta, problematika cinta dsb, karena pada faktanya kegalauan lebih sering disandingkan dengan masalah percintaan bukan justru bagaimana seorang pemuda harus bersikap. Disinilah relevansi antara galau dan krisis identitas itu terjadi khususnya dikalangan kaum muda. Dimana seharusnya posisi pemuda ada dalam masa produktif di segala aspek kehidupan tapi yang terjadi malah pemuda hanya disibukkan masalah pribadi bahkan menjurus masalah percintaan semata. Bahkan saat ini ketika mengikuti kajian islam yang kebanyakan pesertanya adalah kaum muda, maka pembahasan populer dan paling diminati adalah masalah nikah dan percintaan.
Apakah ini yang seharusnya dikaji dan menjadi prioritas bagi pemuda muslim? bagaimana Muhammad Al-Fatih menaklukan Kota Konstantinopel belum genap 25 Tahun? apakah percintaan menjadi headline di kamus pribadinya? saya rasa tidak.
Inilah yang menjadi kekhawatiran bagi kalangan muda, dimana mereka belum mampu menemukan jatidiri mereka sendiri malah disibukkan oleh masalah-masalah yang justru sebenarnya akan terselesaikan dengan menemukan jawaban mengenai identitas mereka sendiri, Wallahu alam. 
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS – ArRa’d 28)
  

Jumat, 17 Oktober 2014

Kenapa lebih takut mahluk daripada Allah SWT?

Sebuah kisah Imam Zahbi dalam Sir Alam un Nubala;


Dikisahkan ada sekelompok orang melakukan perjalanan dimalam hari,  sampailah mereka ke suatu lembah yang dikelilingi hutan belantara.
Kemudian mereka hendak tidur, seiring mereka sedang bersiap-siap untuk tidur, tiba-tiba datang seekor Singa. Jadilah mereka berlarian memanjat pohon untuk menyelamatkan diri, kecuali satu orang, orang tersebut sedang melaksanakan Shalat Qiyamul Lail. Ketika Singa itu menghampirinya, dia tetap ditempatnya, terus beribadah.Kemudian sang Singa berputar mengelili orang itu, dan meninggalkannya.
Ketika teman-temannya turun dari pohon, mereka berkata "kau gila";
Mereka berkata "Singa itu menghampirimu tapi kau tidak bergerak";
Orang itu berkata "Demi Allah, aku merasa malu bahwa aku berdiri dihadapan Allah SWT, tapi aku malah takut kepada hal lainnya", "aku malu bahwa aku berdiri dihadapan Allah SWT, tapi aku malah takut kepada salah satu ciptaan-Nya".


-Lampu Islam-

Rabu, 23 Juli 2014

Out Of The Box Muslim



Istilah out of the box biasa dilontarkan oleh para motivator tatkala menceritakan hal-hal sukses, tentang perjalanan hidup seseorang ataupun tentang kehidupan pribadinya. Namun disini saya tidak akan membicarakan out of the box dari sudut pandang ala motivator yang menawarkan kesuksesan dunia dan kemapanan hidup bagi mereka karyawan yang bosan jadi pegawai ataupun mahasiswa penuh semangat.
Out of the box atau sebagai istilah keluar dari zona nyaman dari kebiasaan.
Dalam Islam mungkin tidak pernah ditemukan istilah out of the box, saya lebih mencondongkan istilah out of the box untuk kata hijrah. Hijrah dalam islam bisa diartikan sebagai menyingkiri (sesuatu), meninggalkan dan berpaling (dari sesuatu), menjauhkan diri (dari sesuatu).
Bagi saya, keterkaitan out of the box dan hijrah, satu hal yang sama, yaitu segala tindakan atau perbuatan menuju perubahan. Maka, bagi seorang muslim memaknai out the box tidak hanya untuk keluar dari zona nyaman menuju ke kekayaan tetapi perubahan meninggalkan kemaksiatan yang melenakkan menuju ketaatan kepada Sang Pencipta, Allah SWT.